Ini kali pertama
aku merasakan Ramadan di tanah rantau dengan peran sebagai bunda baru. Memang tidak
mudah, terlebih cuaca yang ekstrim dan masa pemulihan yang harus dijalani sejak
40 hari nifasku selesai. Maka ramadan ini adalah fase kami (aku dan suami)
belajar lebih gigih dan pandai mengambil sikap tepat untuk menjaga kesehatan keluarga
kecil kami menggapai keberkahan Ramadan. Jika iftar di Semarang kami bisa
menyantap mendoan dan teh wangi Naraya yang khas harumnya. Di sini, kami
masih patut bersyukur bisa menikmati kolak nangka dan singkong yang bisa dibeli di De Haagse Markt, tak jauh dari flat kami. Pasar ini cukup lengkap
menjual rempah-rempah india, cabai dari suriname bahkan ragam ikan, daging,
bunga hingga karpet turki yang cantik. Menelisik
masa lalu, banyak hal yang memang harus disyukuri hingga titik ini.
Kami hidup
bercukupan dalam mengenyam pendidikan. Hal ini tak jauh dari kegigihan ayah dan
ibu dalam menstabilkan keuangan keluarga dan cita-citanya bahwa keempat anaknya
harus mengenyam pendidikan yang jauh lebih baik dari mereka. Sering kali aku
masih terkesima mengingat masa-masa saat masih sekolah. Ayah yang sigap
mengantar jemput kami di tengah pekerjaannya, ibu yang telaten membantu tugas kliping tugas bahasa dan budaya. Bahkan saat
Ramadan dulu, ayah siap menggendong kami satu-persatu untuk membantu bersiap
sahur, juga ibu siaga memasakkan menu buka dan sahur request kami agar
bersemangat menjalani puasa. Memang pendidikan bagi ayah dan ibu tak
hanya sekolah dengan sistem yang baik, tapi juga progresif kami menjalani rukun
islam. Flash back di masa itu, membuatku wajib bersyukur memiliki orang tua yang bertanggung jawab dengan
penuh kasih sayang.
Dengan beberapa
kejutan menjadi orang tua baru di kota Den Haag, kami mengazamkan diri untuk
tetap menjalankan dan mengusahakan nilai islam dan ihsan yang telah diajarkan
mereka untuk keluarga kecil ini. Pekan lalu, kami melakukan kontrol bulanan
terhadap perkambangan buah hati kami, Fatih. Rupanya berkejaran dengan berat badan
bayi menjadi PR serius. Bagaimana menjaga supply
demand ASI agar Fatih tetap on
track. Hal ini membuatku mencemaskan Fatih jika melanjutkan puasa Ramadan,
seperti sekarang. Aku tidak berpuasa karena kecemasan itu. Sambil menyiapkan
iftar suami, aku mencoba mengobrol dengan ibu lewat Skype.
“Assalamu'alaikum,
Bu. Gimana Kabarnya Daisha baik begitu juga Aa'. Titip doa agar bisa menjalani
Ramadan dengan baik ya, Bu.”
“Wa'alaikumsalam,
Nak. Ibu selalu mendoakan yang terbaik untuk anak ibu. Gimana perkembangan Fatih? biasanya di umur 2
bulan sudah cukup lambung untuk minum ASI per 2 jam.”
“Iya, Bu. Ini masih pelan-pelan per 2 jam, walau belum tepat. Bahkan semalam sempat begadang berdua. Jadi Aa' memilih mengawali sahur dari jadwalnya. Hasil dari kontrol bulanan, Dokter
menyarankan untuk menjaga produktifitas ASI untuk menjaga berat badan Fatih. Setelah
berembuk, Daisha dan Aa' memilih untuk mengqada puasa dan ambil fidyah, Bu.”
“Alhamdulillah,
semoga segalanya berjalan dengan baik dan Allah selalu melindungi. Tidak
mengapa itu pilihan yang tepat jika memang mengkhawatirkan bayi, terlebih dalam
kondisi menyusui. Apakah sudah menemukan lembaga penyalur zakat dan fidyah di
sana? Pastikan penerima dan keberluasan manfaatnya tepat!”
“Sudah, Bu. Kami bersepakat
untuk penyaluran zakat fitrah melakukan di Moskee El Islam. Bersamaan dengan
malam takbiran nanti. Mengingat muzaki (orang yang melakukan zakat) harus
melakukan zakat di tempat domisili. Banar kan, bu?”
"Nah, untuk fidyahnya kami memilih
meluaskan manfaat bersama LMI. Dari hasil survey web dan instagram laporan disampaikan ke mana distribusi nasi fidyah
diserahkan. Keuntungan lainnya, meski bank hanya terdapat 2 jenis, untuk program
buka puasa, fidyah, zakat fitrah, wakaf pendidikan dan program lainnya mempunyai kode
transfer masing-masing. Contohnya, fidyah perporsi dengan harga dua puluh ribu. Cara transfernya
ditambahkan kode 16 dibelakang nominal menjadi total transfer Rp 20.016. Atas dasar ini kami lebih mantap
dan yakin pengelolaan keuangan LMI teraudit dengan baik.”
“Betul sekali, Nak,
zakat harus dilakukan ditempat domisili. Hal ini seperti kesepakatan para ulama. Berbeda dengan fidyah yang penerimanya bisa semakin luas di manapun
asal fakir miskin. Karena perbedaan
keduanya terletak di distribusi. Nah, adanya perkembangan dan kemudahan teknologi serta
fiqih kontemporer yang ada. Kita juga harus jeli untuk memilih lembaga sehingga
manfaat dan niat bisa tepat. Semoga Allah menerima segala Amal, ya.”
“Amin, Bu. Ibu dan
Ayah yang sehat ya. Oya bu, ini sudah mau adzan. Daisha tutup dulu Skype-nya. Lanjut
besok ya, Bu?”
“Oke, Nak. Hati-hati.
Wassalamu'alaikum.”
“Wa'alaikumsalam
warahmatullah wabarakatuh”
Rupanya laporan
ke ibu pasca menikah walau keputusan-keputusan
sudah diambil, mampu menambah ketenangan. Psst, tetap jaga juga martabat suami, ya! Aku lanjut kapan-kapan lagi ceritanya. Selamat berbuka puasa!
-----
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog "Meluaskan Manfaat" yang diselenggarakan oleh Lembaga Manajemen Infaq dan Forum Lingkar Pena
Komentar
Posting Komentar