Energi weekend ini cukup diserap oleh sebuah perjalanan panjang. mengukur jarak - mengukur seberapa dalam strategi digalakkan. Perjalanan yang mendadak digerakkan, maju melintang jalanan yang 'baru' dilewati seumur hidup, perjalanan Surabaya (Pagesangan) - Gresik (Lowayu). Hahha sudah halus belum nih bikin intronya :p
Yak, betul. Perjalanan Surabaya-Gresik mbolang kali ini adalah perdanaku. sendirian bolang demi ngamini doanya temen-temen pesantren yang tholabul ilmi-nya beneran ikhtiar! coba bayangkan dari makanan, baju, waktunya beneran cuman buat Al-Quran. Makanan ngga neko-neko cuman basic kangkung, tahu, tempe, terong yang divariasikan menunya. Baju yang dijatah perorang cuman 5 model baju ganti. Waktu bangun sampai tidur lagi isinya lalaran mushaf. Oke, balik ke cerita perjalanannya.
Akutu sedih akan adanya ketimpangan kabupaten dan kota, khususnya di masalah fasilitas transportasi. padahal kapan hari salah satu narasumber di seminar edukasi pertambangan bilang, desa itu sumber material yang paling banyak, kota hanya memutarkan marketingnya. Coba deh bayangkan, sepanjang perjalanan ini kendaraan yang available itu : bus, len, ojek dan bentor (BEcak moNTOR). E-transport ngga segercep di kota men, yaiyalah beda pasar :( . Maka, jadi ngga heran kenapa di desa punya minimal 1 kendaraan bermotor di 1 kampung adalah sebuah kewajiban (ngasal). haha
Jadi, perjalanan dari Pagesangan naik motorlah ya dianter mas sampai kantor pos besar belakang Tugu Pahlawan, terus lanjut len hijau tujuan Surabaya-Gresik turun di Terminal Bunder (bayar 7 ribu saja, sejauh 26 km-murahe pol). Dari Bunder nungguin bus armada hijau, karena katanya harga lebih murah dibanding len (haha peritungan banget, orang faktanya cuman selisih 4 ribu wkwk) karena lama, jadilah aku telfon teman dan disarankan untuk cari ojek ke tempat X. Oemji, akutu enggan menggojek belum lagi kalau bapak ojeknya ugal-ugalan. Tanyalah aku ke kanan-kiri tentang len menuju Lowayu. Guys, banyak jalan menuju Roma. Tak usah berpikir keras.
Nah ketemu bapak supir tujuan Tenger, yang rutenya sama-sama mengarah ke Lowayu. Bermodal 5 ribu, sampailah di pertigaan Tenger. Eh bener nggak ya namanya . Dari situ langsung dapet dong len ke pasar dukun (karena ngga ada len/bus untuk sampai ke Lowayu, bahkan ke kecamatannya aja ngga ada gaes-betapa hancurnyaa --eh malah nyanyik).
Sebuah kekonyolan terjadi disini. Jadi, sesampainya di pasar dukun, aku jalan ke salah satu bapak bentor yang umurya sekitar 30an. dia memberi harga 25 ribu untuk sampai ke Lowayu, aku menawar 15 ribu- tawar menawar terjadi singkat, hingga harga deal 20 ribu. Berangkatlan kami menuju Lowayu. diperjalanan kupastikan Fais tahu dimana aku berada (FYI, Faiz adalah si pemilik rumah di Lowayu). Oke kita akan bertemu di rumah, kataku meyakinkan. sepanjang perjalanan kupastikan jalan yang kulalui benar - on map. eh tapi kok baru berangkat saja sudah melawan arah, kupikir bakal ada jalan tikus macam di Surabaya gitu. jadi ya aku santai saja dan berpikir positif bapaknya mencarikan jalan tercepat. Sambil vcall dan dihambat sinyal, aku bilang posisiku dimana ke fais. karena dia nggak tahu jalan, jadi oke-oke saja.
Sejauh perjalanan ini, sawah dan tambak semi berganti. jarak rumah warga pun saling berjauhan.dan membacalah saya pada petunjuk jalan berwarna hijau yang biasa tersebar di jalanan. Kiri ke Lamongan, lurus ke Glagah. WHAT, aku jadi otomatis ingat dong dari hasil survei google sebelum berangkat, bahwa Lowayu adalah perbatasan kabupaten Gresik dan Lamongan. noleh lah aku ke bapak sopir di belakang (karena naik bentor, supirnya ada di belakang)
me : "Pak, tujuan saya ke Lowayu lho ya"
bapak bentor : "Iya (sambal meringis nunjukin giginyaa)"
Aku jadi perasaan aneh dong, tapi buru-buru pikir positif lagi, "ada banyak jalan menuju Roma". Jangan ditanya gimana kabar wa dan segala media gadget, karena NOL SINYAL.
Makin melaju, makinlah aku naik pitam - tapi sungguh juga takut sama bapak bentornyaaa. Nunggu jalan rame untuk bertanya dengan nada tinggi, karena sepanjang perjalanan ini sungguh amat sepi :' . Tuhan maha baik, di persimpangan dekat masjid, mulai banyak kendaraan lewat karena ada pembangunan. Mulailah aku berani untuk naikkan nada.
me : " Loh-loh pak, ini kan Lamongan, tujuan saya ke Lowayu Gresik" nada tinggi- sampai kanan kiri noleh, baik yang bermotor maupun tukang bangunan.
bapak bentor : " Loh, saya gak tahu" -- dia tetap meringis wajah nggak bersalah nyasarin aku T.T
me : "Hah, kok bisa. sudah-sudah berhenti, saya turun sini"
ekspresi bapaknya menakutkan, tetep meringis lho bayangkan. dan dia minta duitnya. karena kanan-kiri lihatin, aku memberinya 20 ribu. dan jalan menjauh.
Hamdalah nemu ojek dan bisa bantu balik ke pasar dukun. Sesampai di pasar, ada sinyal - langsung telfon temen minta tolong jemput :( .
Hamdalah nemu ojek dan bisa bantu balik ke pasar dukun. Sesampai di pasar, ada sinyal - langsung telfon temen minta tolong jemput :( .
Karena perjalanan itu aku jadi buang 10 km perjalanan nyasar. sepanjang balik dari gresik ke Surabaya aku jadi kesal pikir, hati dan raga. Oi, di ini sudah akhir 2018 - masa pembukaan industry 4.0, masa pertengahan target PBB MDGs. kok ya masih ada kejadian gini -________- . nggak sistem-nggak SDM plis dong Bad, mana pola berpikir kreatifmu. seburuk-buruk system seenggaknya kamu bisa susun strategi dan gesit cari solusi di segala kegentingan. Jangan lupa makan,bye!
Komentar
Posting Komentar