Tulisan ini sengaja dibuat untuk mencoba menarik garis merah tentang apa yang aku cari pada sebuah pernikahan. Di bulan Syawal, beberapa teman maju ke tahap itu (pernikahan). Ada rasa penasaran yang ada di benak dan otakku, apakah aku akan sampai di titik itu: menikah-menggandeng-menggendong-belajar sepanjang peran istri dan ibu sampai bertemu Rasulullah dg ridha ortu dan suami. Bukan, aku meyakini jodoh-rejeki dan umur sudah ditulis. Aku mengimani qadha' dan qadar yang selalu kusebut dalam doa, bahkan curhatan ke Allah dan Rasul saat menghabiskan penatnya lampu merah Surabaya. mungkin tepatnya aku penasaran di titik apa nanti aku meninggal dunia. Semoga keturunan shalih-shalihahku bisa meneruskan amalan dan memuliakan yang telah diajarkan gurunya, aamiin.
Menganalisa diri untuk merasa siap maju ke pernikahan berkali terevalusi. Ada yang nambah list kriteria, juga menghapus yang tidak urgent. Rupanya memfokuskan diri untuk mendapatkan apa yang sebenarnya kucari, nggak ada habisnya. Sudah dievaluasi, masih aja merasa kosong, belum siap karena ketinggian, merasa nggak pantas atau karena akunya yang labil dan maunya sempurna? Wei, tidak ada yang sempurna di dunia ini sobat :' Tolong.
Coba tanya diri tentang arti kesiapan dalam pernikahan. Apa hukum pernikahan dalam kondisi eksistingmu. apa mashlahat dan muhdarat pernikahan untuk diri sendiri lalu sekitar? Jawab di kertas dan tempel di buku harian kau. OQEY!? Selamat malam!
Komentar
Posting Komentar