Aku sudah merasakan semua kepahitan hidup dan yang paling pahit adalah berharap pada manusia.
Sahabat lo ini yang sanjang. Tapi kok ya kadang-kadang kita masih berharap "dilihat-dibantu-diapresiasi" sama manusia. Hehe. Kalo kata temen, dikomunikasikan maunya apa. Biar harapan bisa diketahui satu sama lain. Tahu didukung atau engga. Tahu pilihan-pilihan kecil ini disetujui tim apa engga. Saling tolerir, menyederhanakan masalah kecil dan ngga memperbesar masalah besar. Ya walau seringnya ngga digubris di jam puncak, setidaknya sudah mengeluarkan isi kepala, tho. Kecewa boleh, malah wajar si. bentuk emosi yang tertahan. Sampaikan rasa kecewa dengan tepat, misal nyanyi, ngasih pendapat dengan intonasi yang anggun. Ngomongin pendapat, kenapa ya ada intonasi rock dalam sebuah perdebatan. Kenapa orang dewasa ini cenderung menggunakan intonasi 7 oktaf kalau statementnya mau didengar. Kenapa mereka masih bersembunyi lewat junior-senioritas. Bukan gagasan atau inovasi. Kan jadinya yang junior jiper mau ngungkapin unek-unek tuw. Lho, kok jadi sebel nulis dan mbacanya.
Intinya mau nulis untuk diri sendiri di masa depan. Pinter-pinter kelola intonasi, ekspetasi, syukur dan doa yang baik-baik. Kalo dibantu dan diapresiasi sama dese, jangan gampang baper. Kan kalian memang partner. LHA.
Komentar
Posting Komentar