Aku lupa kapan tepatnya kapan otakku menangkap lebaran sama dengan baju baru dan sandal baru. Mungkin hal ini karena pembiasaan. Iya, sejak kecil sampe umur sekitar 23, baju baru hanya dimiliki saat lebaran idul fitri. Setahun sekali beli 1 pakaian, mulai kerudung-baju-bawahan. Mungkin saat itu juga belum ramai endorsement. Belum ada acara-acaranya yang ‘mengharuskan’ diri menggunakan baju seragam. Saat TK-SD, foto nggak jadi hal pamer yang bisa uploaded di sosial media. Yang dikenang hanyalah lagu “Baju baru alhamdulillah, dipakai di hari raya. Tak punya pun taka apa-apa masih ada baju yang lama”. Tapi rasanya di lebaran hari pertama orang-orang pamer baju baru yang lucu dan model terbaru. waktu berganti pencarian jati diri terus digali. Sejak usia 23, mulai banyak teman menikah, kembaran baju. Jalan ke mall sama teman, kembaran kaos. Jalan ke luar kota beli kaos etnik. Ada acara kampus, dresscode kaos. Acara diluarpun begitu. Seolah kaos adalah pemersatu umat. Yah, meski akhirnya pakaian kembaran ini menjadi keset di dapur. Paling bagus, disumbangin tetangga buat di desanya.
Usia ke 23, mulai kenal Konmari. sebuah meotde bebersih dari Jepang bernama bu Marie Kondo. Pertama kali nerapin kalo ada rejeki pakaian, harus ada yang keluar dari lemari 1:1. Masuk 2 pakaian baru, keluar 2 pakaian. Meski masih nggak konsisten, misal dapat 2 dress, yang keluar dari lemari jadi kaos/kerudung. Kerudung juga pakaian bukan ? haha maksa deng. Kalo di KBBI, pakaian adalah barang apa yang dipakai (baju, celana, dan sebagainya). Yey, betul ! Aku termasuk tipe pemilih, ngga mau belanja kalo nggak cocok. Tapi tak jarang lungsuran dari mbak-mas jatuh ke aku, karena paling kecil serumah. Dikasih ya diterima, dibeliin milih dulu sampe dibawa 2x tidur malam dulu : beli nggak-penting nggak. Haha, ribet. Makin kesini , kayanya mata lebih suka lihat perabotan, hobi, papan dan pangan dari pada pakaian (sandang) haha. Ahya, mengenai metode Konmari ini suatu hari pernah mencoba nerapi ke orang serumah. Susah ? tentu!
Di rumah, ada 5 orang aktif berkegiatan dan menetap. dari total keluarga besar, 7 orang sudah merantau tapi pakaian tetep ada dong di rumah. Kali pertama tahu metode ini dari WAG yang insight nya waktu itu janjiin kenyamanan di rumah. Life joy. Aku mengajak mbak Ifa untuk join workshopnya, kebetulan kami jadi tim beberes di rumah. Nggak deng aku paling banyak mangkirnya, wkwkwk. Jadi di workshop itu diajarkan bagaimana menata rumah agar lega. Beberes rumah berdasarkan kategori : Dapur, kamar, pakaian, ruang kerja (include rak buku dan printilian peralatannya), sampai perkakas pertukangan.
Rumah banyak banget barangnya. Di
jam normal aktivitas di rumah sepi, benda-benda banyak yang numpuk. Tapi saat liburan atau
ada acara, ada aja yang dibutuhkan dan tambahan barang. Bingungkan kami ngaturnya gimana. Oke karena
merasa barang yang paling numpuk adalah pakaian, kami memulai decluttering bagian lemari baju. Di rumah,
lemari pakaian ada di satu ruang. Di kamar cuman ada baju yang sering dipakai,
misal jaket buluk. Jadi kami saat itu
membagi jobdesk untuk menghubungi masing-masing pemilik baju tentang ‘apakah
baju ini boleh disumbangkan?’. Setelah dipilih-pilah, rupanya cuman dapat 2
kardus mi instan. Rata-rata kami susah mengucapkan ‘bye’ pada pakaian karena kenangan. Apalagi ibu, banyak banget
kenangan pakaiannya dari mbah, buyut, temen, sejarah menikah, melahirkan pertama
sampai melahirkan adik bungsu. Mungkin nanti kalo aku jadi ibu-ibu juga seperti itu ya ? susah melepas barang yang terkenang dalam jiwa.
Ngobrolin cara declutter, Konmari mengajarkan untuk memilih barang sesuai kebutuhan, kalo disentuh benar-benar membawa spark joy, bikin tenang, kemudahan dalam pengambilan/pengembalian barang, dan penataan yang eye catching. Oke di minggu pertama kami dapat 2 kardus untuk disumbangkan, lanjut ke cara melipat baju. Cara melipat baju di konmari ini minusnya butuh lahan karena disusun melintang, sedangkan lemari kami saat itu kan model jadul yang mesti ditumpuk vertikal keatas. Percobaan pertama, berhasil. Baju sekali tata nggak gampang sembradul pas ngambil. Tapi karena kapasitas lemari yang ngga cukup dan banyak pakaian yang di luar lemari, jadilah sistem melipat baju kembali di 4 bulan selanjutnya. Hahaha (waktu itu libur panjang tiba, orang-orang kembali ke rumah induk. Bercengkrama dan berkumpul lagi itu pakaian saling menyapa). Oke pakaian mungkin nanti kalo sudah menikah dan menata rumah bisa diaplikasikan sendiri, hihi kebaca nggak kodenya ini.
Dari ruangan yang ada di rumah, barang yang mudah decluttering menurutku ruang kerja, buku-buku dan dapur. Yah meskipun itu kitab mas,mbak, adik, buya tetep jadi prioritas untuk di rawat. Tapi buku kami (mbak dan aku) banyak sudah yang keluar rak. Haha. Perkakas dapur banyak sekali yang dibuang, ibu dan mbak tertua sampai teriak-teriak nyari panci belirik yang hampir saja digadaikan. Di Ramadan tahun ini, aku merasa kecewa dengan keputusan pemerintah yang membuka mall dan banyak tenaga medis yang tumbang. Yha, semoga kita bisa menjaga keluarga untuk ngakali agar tetap sehat, produktif dan bisa istiqamah dalam beribadah. Ramadan kurang 4 hari lagi usai, yuk buat rumah kita nyaman !
#BERSEMADI
#HariKe18
#DiRumahAja
#FLPSurabaya
#InspirasiRamadan
Komentar
Posting Komentar